AYOJAKARTA.COM - Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan dan berpotensi mengalami bencana geologi akibat gempa bumi.
Hal ini terjadi karena adanya interaksi antara Lempeng Indo-Australia, Eurasia, lempeng pasifik serta lempeng Laut Filipina yang sewaktu-waktu bisa menyebabkan gempa bumi.
Pada 26 Desember 2004, gempa bumi jenis megathrust dengan kekuatan 9,1 skala richter pernah terjadi di Banda Aceh.
Akibat gempa tersebut, peristiwa tsunami kemudian terjadi dan berdampak hingga ke 15 negara.
Baca Juga: Jember Beberapa Kali Diguncang Gempa, BMKG: Hati-hati Terhadap Gempa Susulan
gempa yang tercatat sebagai salah satu dari lima peristiwa geologis terbesar dalam sejarah tersebut juga menelan korban mencapai lebih dari 230 ribu jiwa.
Berdasarkan catatan BPS, frekuensi gempa bumi di Indonesia pada tahun 2020 tercatat sebanyak 8.368 kali.
Sedangkan pada tahun 2021 mengalami kenaikan sebesar 25,7 persen atau sebanyak 10.519 kali.
Sebagian besar gempa bumi di Indonesia tersebut tergolong sebagai gempa kecil dengan kekuatan kurang dari 4 SR.
Terkait gempa megathrust, Dwikorita Karnawati selaku Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberi pernyataan.
“Peristiwa gempa bumi terjadi karena adanya pergerakan dan tumbukkan antara lempeng-lempeng tektonik,” ujar Rita.
Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada ini menjelaskan bahwa gempa bumi megathrust adalah gempa yang terjadi di zona kontak antar lempeng.
“gempa yang ditimbulkan di zona itu, pada kedalaman kurang lebih 50 KM dari permukaan bumi disebut gempa zona megathrust,” tambahnya.
Artikel Terkait
Tsunami Akibat Gempa Megathrust 9,1 M Diperkirakan Terjadi di Pulau Jawa, Simak Sebaran Tinggi Gelombangnya!
Gempa Jember Skala Magnitudo 6,0 Daryono BMKG Ingatkan Tsunami dan Gempa Sumba 1977
Gempa Jember Patut Diwaspadai, BMKG: Meski di Luar Zona Megathrust, Tapi Dapat Memicu Tsunami
Gempa Guncang Jember Jawa Timur, Berkekuatan Magnitudo 6,0 dengan Kedalaman 10 Km
Jember Beberapa Kali Diguncang Gempa, BMKG: Hati-hati Terhadap Gempa Susulan